Minggu, 17 Februari 2013

musik dangdut


Ditulis Oleh Gayatri Alunnagara   
07-01-2013,
Tubuh mereka bergerak gemulai, mengiringi irama yang mengalun syahdu. Penonton pun terbuai melihat penyanyi berlenggok. Dangdut, apakah selalu dengan goyangan? Lalu, bagaimana musik dangdut yang dapat bertahan tanpa goyangan?
          Dangdut merupakan aliran musik yang dikenal sebagai ciri khas bangsa Indonesia. Memang, kerap kali aliran musik ini dianggap sebagai musik rakyat ekonomi kelas bawah atau “kampungan”. Namun, dendangan iramanya mampu menghipnotis pendengar.
Musik ini menghibur tanpa mengenal suku, ras, ataupun golongan. Musik dinamis dan sederhana, itu lah alasan dangdut mudah diterima sebagai musik khas Indonesia. Dangdut berkembang sekitar tahun 1940, yang berasal dari kata dang dan dut, bunyi dari tabla atau yang kita kenal dengan kendang. Kemudian, dipengaruhi oleh musik dari India dan Arab lalu, menghasilkan aliran musik baru, yaitu dangdut.
Metamorfosis Musik Dangdut
            Di Indonesia, kehadiran musik dangdut mulai familiar sekitar tahun 1950. Berkat andil Soekarno yang melarang datangnya segala pengaruh dari barat, termasuk musik. Hal yang ditakutkan adalah terbawanya pengaruh buruk yang tidak sesuai dengan budaya timur. Seiring perkembangannya,  justru inovasi dan kreasi para pedangdut lah yang menodai musik tersebut.
            Dalam metamorfosisnya, perkembangan musik dangdut tidak hanya berubah dari segi musiknya saja. Namun, dari segi penyajiannya pun berubah. Kerap kali musisi pendatang baru berinovasi dengan menjual “kepuasan” yang berbeda.         
Sedikit membandingkan, para musisi dangdut terdahulu seperti Rhoma Irama, Elvi Sukaesih, dan musisi dangdut lainnya menerapkan etika bermusiknya. Di setiap karyanya, mereka berupaya menyampaikan pesan lewat syair lagu yang dibuat dan bernyanyi dengan suara merdu serta cengkok yang indah, itu lah gambaran perbedaan dangdut dulu dan sekarang.
Kini, dunia musik dangdut lebih dihebohkan dengan syair lagu yang nakal dan  fenomena goyangan dari para pedangdut. Lirik serta goyangan diambil sebagai jalan pintas untuk mendongkrak popularitas. Identiknya dalam setiap penampilan, mereka hanya memamerkan kemolekan tubuhnya, menggunakan pakaian yang serba ketat, dan menyuguhkan goyangan yang erotis.
Musik yang hampir dinikmati berbagai kalangan usia seharusnya mengerti akan tujuan setiap karya yang dibuatnya. Selain penting untuk memerhatikan nilai moral yang berlaku, penting bagi sebuah karya untuk mencerdaskan para penikmatnya, terutama anak-anak.
Penampilan yang tergolong seronok, dapat dengan mudah meracuni pikiran anak-anak dengan hal yang berbau pornografi. Sikap dan perilaku pun otomatis berubah, seperti meniru goyangan-goyangan yang dilihatnya.
Pakaian yang serba ketat, menimbulkan kecenderungan pada remaja yang akan mengikuti gaya berpakaian nya. Terkesan lebay? Ya! Budaya timur yang peka terhadap makna kesopanan lambat laun akan luntur jika generasi mudanya lupa bagaimana cara berpakaian yang beradab.
Tak kalah berbahayanya, lirik lagu merupakan instrumen awal dalam memengaruhi pendengarnya. Lirik yang nakal, dapat berdampak bagi anak-anak akan mengikuti kata-kata yang sebenarnya tidak mereka pahami baik dan buruknya. Pesan didalam sebuah lirik lagu harus lah bermakna mencerdaskan generasi mudanya.
Menjaga Eksistensi Tanpa Menodai
            Musisi sejati ialah musisi yang tahu bagaimana berkarya tanpa mengandalkan sensasi. Melakukan inovasi dan kreasi memang hal yang positif jika diarahkan dengan baik. Perkembangan musik dangdut yang tidak statis, seharusnya bisa menjadi modal dasar para pedangdut untuk mencari inovasi yang tidak ecek-ecek.
Alat musik yang semakin modern pun dapat digunakan untuk memperindah setiap alunan musik. Aliran musik baru yang semakin banyak bermunculan juga dapat dijadikan alternatif untuk membuat sebuah karya baru hasil pengolaborasian kedua aliran yang berbeda.
Tak perlu ragu dengan hasil karya musik tanpa goyangan. Jika Anda berpikir dangdut akan mati karena itu, coba dipikirkan ulang. Karena pedangdut seperti Rhoma Irama pun masih mampu menjaga eksistensinya tanpa menodai musik dangdut.
Tidak Ada Kata Terlambat
Mendorong rusaknya akar budaya masyarakat, dengan menyimpangnya identitas bangsa Indonesia, yaitu sopan dan santun, memang mudah. Dengan erotis sebagai wajah dangdut kini, rela kah kita menikmati musik dangdut diatas ambang kehancuran moral bangsa?
Jawabannya ada pada Anda. Menjadi kreatif dan inovatif alangkah baiknya jika dimaknai terlebih dahulu. Sehingga hasil perpaduan kedua unsur tersebut tidak akan menodai sebuah hasil yang sudah ada sebelumnya. Jika sudah terlanjur? Perbaiki lah! karena tidak ada kata telat untuk memulai sesuatu yang lebih baik.
Jaya lah musik dangdut Indonesia!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar