Kapok
Main di Indonesia, Bersyukur Bisa Pulang ke Prancis
TRIBUNNEWS.COM, LE HAVRE - “Mustain, terimakasih buat kamu dan semua yang sudah merawat
saya ketika sakit. Saya sekarang akan pulang ke negara saya. Cukup sudah, saya
tidak akan lagi bermain di
Indonesia.”
Indonesia.”
Kalimat perpisahan itu diucapkan
oleh Moukwelle Ebanga Silvain, mantan pemain asing Persewangi Banyuwangi kepada
Ahmad Mustain, tokoh suporter Laros Jengirat Banyuwangi.
Mustain mengaku malu menjadi orang
Indonesia akibat perlakuan klub terhadap Moukwelle. “Bayangkan, bagaimana
pandangan orang luar negeri sekarang terhadap kita sekarang. Yang paling
menyedihkan, kasus (Diego) Mendieta dan Moukwelle ini tak segera disikapi
dengan tegas oleh pemerintah dan PSSI. Artinya, bisa jadi akan kembali ada
Moukwelle-Moukwelle berikutnya,” ujar Mustain, Selasa (26/2).
Setelah sekian lama terlunta-lunta
di Indonesia, Moukwelle pun akhirnya mendaratkan kakinya di tempat tinggalnya
di Havre, Prancis, pada Kamis (21/2). Melalui sambungan telepon, Moukwelle
menyampaikan penyesalannya kepada Mustain.
Cerita kelam pemain berkebangsaan
Kamerun itu selama bermain di Persewangi, sudah cukup membuatnya jera
untuk mencari nafkah di Indonesia. Membuat malu memang, tapi itu sungguh
terjadi. Ucapan Moukwelle seperti menjadi tamparan keras buat wajah pesepakbolaan Indonesia.
Moukwelle Ebanga Silvain, atau yang juga populer dengan nama Sylo, sekali lagi menjadi potret buram pesepakbolaan di negeri ini.
terjadi. Ucapan Moukwelle seperti menjadi tamparan keras buat wajah pesepakbolaan Indonesia.
Moukwelle Ebanga Silvain, atau yang juga populer dengan nama Sylo, sekali lagi menjadi potret buram pesepakbolaan di negeri ini.
Kasusnya sama saja dengan mendiang
Diego Mendieta yang lebih dulu mengagetkan dunia. Pemain asing yang harus hidup
terlunta-lunta lantaran gajinya tak dibayar oleh klubnya bermain, Persis Solo.
Mendieta akhirnya meninggal dunia akibat sakit typus yang diidapnya Desember
lalu.
Moukwelle lebih beruntung, karena
masih berkesempatan pulang ke tempat bermukimnya di Prancis. Menurut Mustain,
pemain berambut dreadlock (gimbal) ala penyanyi reggae itu mendapat bantuan
uang untuk membeli tiket pesawat menuju Prancis. Uang sebesar Rp 20 Juta itu
diberikan oleh Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas.
Moukwelle sendiri bukan pemain baru
di hingar-bingar pesepakbolaan Indonesia. Ia sudah bermain di Deltras Sidoarjo,
Persis Solo, Persiba Bantul, dan PSBI Blitar.
Ia sudah maklum kondisi sepakbola
Indonesia yang amburadul. Gaji telat, soal biasa. Tapi, baru kali ini ia tak
lagi bisa memaafkan Indonesia. Kesabarannya sudah habis.
Di Persewangi, Moukwelle dikontrak
Rp 300 juta untuk satu musim. Nahas, manajamen Persewangi wanprestasi. Gaji
Moukwelle hanya terbayar sekitar Rp 80 juta saja. Alasan para pengurus
klub, adanya salah paham soal regulasi penggunaan dana APBD.
“Kita berani mengontrak pemain asing
karena kami pikir masih bisa menggunakan APBD di Divisi Utama. Pada 2011, saat
masih di Divisi I, kami masih memakai APBD Rp 3 miliar. Saat naik ke Divisi
Utama, kami butuh dua kali lipat, dan kami kira masih dapat anggaran,” kata Nanang
Nur Ahmadi, manajer Persewangi.
Jadilah Moukwelle hidup serba
terbatas. Hidup pemain asing yang harusnya hidup serba wah dan dimanja oleh
klub, tak dirasakan olehnya. Ia tak lagi tinggal di kontrakan atau
apartemen, sebagaimana halnya standar pemain asing di Indonesia. Tapi di sebuah
kamar indekos seluas 9 meter persegi, yang disewanya Rp 400.000 per bulan.
Untuk makan pun, ia ‘terpaksa’
numpang di mes Persewangi. Beberapa suporter kerap mengunjunginya, dan membawa
oleh-oleh buah seadanya. Padahal, selama ini, pemain asing paling terkenal
boros untuk urusan makanan.
Yang paling mengenaskan, tentu saja
saat Moukwelle sakit typus. Karena tak punya uang, ia sempat berobat ke
Puskesmas, bukan rumah sakit yang peralatan medisnya lebih lengkap. “Saya
hampir setiap hari menemani Moukwelle sakit. Dari wajahnya, saya lihat dia
sangat tertekan. Dia beberapa kali menangis ke saya, meratapi betapa tidak
beruntungnya nasibnya. Coba bayangkan, itu terjadi pada pemain yang
mengeluarkan semua kemampuannya ke klub ini,” ungkap Mustain.
Sama saja seperti kasus-kasus
lainnya, soal gaji Moukwelle, sampai kini juga belum jelas rimbanya. Deputi
Sekjen PSSI Bidang Kompetisi yang berencana mundur pada awal Maret mendatang,
Saleh Ismail Mukadar, mengatakan, LPIS, selaku regulator kompetisi IPL
(Indonesian Premier League), sudah menyelesaikan gajinya.
“Setahu saya, (gaji Moukwelle) sudah
diselesaikan. Artinya, gaji dia ditalangi oleh LPIS. Gaji dia kurang Rp 100
Juta, dan sudah dibayar. Dia sendiri yang mengurus, beserta orang dari Kedubes
Prancis,” ujar Saleh, kepada Surya, melalui pesan Blackberry Messenger (BBM).
Tapi, keterangan ini, diragukan oleh
Mustain, yang menjadi sahabat Moukwelle selama ini. Terakhir kali berbincang
dengannya pada Sabtu (23/2) lalu, Moukwelle tak sedikitpun mengabarkan bahwa
gajinya sudah dibayar.
“Dia hanya bilang ke saya, akhirnya
bisa pulang karena bantuan dari Kedubes Prancis dan Bupati (Banyuwangi).
Memang, dia tidak lagi berharap gajinya dibayar. Kata dia, sudah bisa kembali
ke
Prancis saja, dia sudah senang,” ujar Mustain.(aji bramastra/st39/Surya)
Prancis saja, dia sudah senang,” ujar Mustain.(aji bramastra/st39/Surya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar