Varian
peristilahan pornografi dan pornoaksi yang digunakan oleh KUHP di negara-negara
lain adalah: obscene articles, obscene publications, obscene objects,
untuk pornografi12. Sedangkan untuk pornoaksi dipergunakan istilah dan
kontruksi perbuatan seperti: exhibitionist act, publicly sexual acts, public
indecency, indecent acts, obscene performance, offends against decency, atau
acts or gesture, or any other manifestations that are against the morals or
lead to public scandal.
Porno dalam Kamus Besar bahasa Indonesia diartikan
sebagai cabul. Cabul diartikan sebagai keji dan kotor; tidak senonoh (melanggar
kesopanan, kesusilaan). Sedangkan pornografi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
diartikan sebagai:
1. penggambaran tingkah laku
secara erotis13; dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu birahi
2. bahan bacaan yang dengan
sengaja dan semata-mata dirancang untuk membangkitkan nafsu birahi di seks
Pornography menurut
Oxford Advanced Learner’s Dictionary14 (a)describing or showing
sexual acts in order to cause sexual excitement; (b) books, films, etc that do
this; the trade in pornography. Sedangkan dalam Webster’s New World
Dictionary pornografi dirumuskan sebagai: (1) writings, pictures, etc,
intended primarily to arouse sexual desire; (2) the production of such
writings, pictures, etc.
Menurut pengertian rumusan tersebut, letak kekuatan
pornografi adalah pada kemampuannya yang besar untuk membangkitkan birahi dari
mereka yang menatap, mendengar, dan menikmatinya15. Pornografi dalam
perkembangannya hampir selalu terkait identik dengan media massa. Dalam konteks
diskursus mengenai citra pornografi dan media massa, Atmakusumah
Astraatmadja
dalam sebuah tulisannya “Mitos dan Hiruk Pikuk di Balik Pornografi” menawarkan
sebuah definisi pornografi
(a) Pornografi adalah
publikasi atau penampilan materi seksual secara eksplisit yang tidak
berhubungan dengan tujuan sastra, artistik dan seni, ilmu pengetahuan, atau
politik.
(b) Pornografi adalah citra
atau gambaran gamblang yang memperlihatkan alat kelamin atau kegiatan seksual
yang semata-mata bertujuan untuk membangkitkan birahi serta tidak berkaitan
dengan tujuan sastra, artistik dan seni, ilmu pengetahuan, atau politik.
Dari uraian yang telah dipaparkan, maka istilah
pornografi yang memiliki konsep sebagai tindakan yang jelas latar belakangnya
baik secara historis-terminologis, konteks sosial kesejarahannya, maupun
sebagai konsep hukum sebuah konstruksi tindak pidana.
Pornografi dalam KUHP Indonesia diatur dalam Pasal 282
mengenai kejahatan pornografi, Pasal 283 mengenai kejahatan pornografi terhadap
orang yang belum dewasa, Pasal 283 bis mengenai kejahatan pornografi dalam
menjalankan mata pencahariannya, pasal 532 dan pasal 533 mengenai pelanggaran
pornografi. Dua tabel dibawah ini memberikan gambaran mengenai tindak pidana
pornografi dalam KUHP Indonesia
Rumusan
pornoaksi menurut Burhan Bungin adalah turunan dari pornografi. Burhan Bungin
membagi bentuk-bentuk empiris pornografi menjadi pornoaksi, pornomedia, pornoteks,
dan pornosuara. Pornoaksi menurut uraian Burhan Bungin adalah penggambaran aksi
gerakan tubuh, penonjolan bagian-bagian tubuh yang dominan memberi rangsangan
seksual, sampai dengan aksi yang mempertontonkan payudara dan alat vital yang
tidak sengaja, atau disengaja untuk memancing bangkitnya nafsu seksual bagi
yang melihatnya. Pornoaksi, pada awalnya, adalah aksi dari seseorang kepada
orang lain sehingga menimbulkan rangsangan seksual bagi seseorang, termasuk
menimbulkan histeria seksual di masyarakat22. Majelis Ulama Indonesia Pusat,
dalam sebuah keputusan komisi fatwa pada 22 Agustus mengeluarkan Fatwa Nomor
287 tahun 2001 tentang Pornografi dan Pornoaksi.
Pornoaksi yang
dimaksudkan oleh MUI adalah perbuatan-perbuatan sebagai berikut23:
1. Berbuat intim atau
berdua-duaan (khalwat) antara laki-laki dengan perempuan yang bukan
mahramnya, dan perbuatan sejenis lainnya yang mendekati dan atau mendorong
melakukan hubungan seksual di luar pernikahan
2. Memperlihatkan aurat -yakni
bagian tubuh antara pusar dan lutut bagi laki-laki serta seluruh bagian tubuh
wanita selain muka, telapak tangan, dan telapak kaki-.
3. Memakai pakaian tembus
pandang, atau ketat yang dapat memperlihatkan lekuk tubuh
4. Melakukan suatu perbuatan
dan atau ucapan yang dapat mendorong terjadinya hubungan seksual diluar
pernikahan
Umumnya kata “pornografi” sebagai
istilah menunjuk pada tulisan, gambar atau benda yang melanggar kesusilaan3
atau tulisan gambar atau benda yang mampu membangkitkan/merangsang birahi.
Sedangkan kata “pornoaksi” digunakan
sebagai istilah untuk menunjuk perbuatan yang melanggar kesusilaan atau
perbuatan cabul5.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar