Minggu, 03 Maret 2013

pornografi dan pornoaksi 2





Varian peristilahan pornografi dan pornoaksi yang digunakan oleh KUHP di negara-negara lain adalah: obscene articles, obscene publications, obscene objects, untuk pornografi12. Sedangkan untuk pornoaksi dipergunakan istilah dan kontruksi perbuatan seperti: exhibitionist act, publicly sexual acts, public indecency, indecent acts, obscene performance, offends against decency, atau acts or gesture, or any other manifestations that are against the morals or lead to public scandal.
Porno dalam Kamus Besar bahasa Indonesia diartikan sebagai cabul. Cabul diartikan sebagai keji dan kotor; tidak senonoh (melanggar kesopanan, kesusilaan). Sedangkan pornografi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai:
1. penggambaran tingkah laku secara erotis13; dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu birahi
2. bahan bacaan yang dengan sengaja dan semata-mata dirancang untuk membangkitkan nafsu birahi di seks
Pornography menurut Oxford Advanced Learner’s Dictionary14 (a)describing or showing sexual acts in order to cause sexual excitement; (b) books, films, etc that do this; the trade in pornography. Sedangkan dalam Webster’s New World Dictionary pornografi dirumuskan sebagai: (1) writings, pictures, etc, intended primarily to arouse sexual desire; (2) the production of such writings, pictures, etc.
Menurut pengertian rumusan tersebut, letak kekuatan pornografi adalah pada kemampuannya yang besar untuk membangkitkan birahi dari mereka yang menatap, mendengar, dan menikmatinya15. Pornografi dalam perkembangannya hampir selalu terkait identik dengan media massa. Dalam konteks diskursus mengenai citra pornografi dan media massa, Atmakusumah
 Astraatmadja dalam sebuah tulisannya “Mitos dan Hiruk Pikuk di Balik Pornografi” menawarkan sebuah definisi pornografi
(a) Pornografi adalah publikasi atau penampilan materi seksual secara eksplisit yang tidak berhubungan dengan tujuan sastra, artistik dan seni, ilmu pengetahuan, atau politik.
(b) Pornografi adalah citra atau gambaran gamblang yang memperlihatkan alat kelamin atau kegiatan seksual yang semata-mata bertujuan untuk membangkitkan birahi serta tidak berkaitan dengan tujuan sastra, artistik dan seni, ilmu pengetahuan, atau politik.
Dari uraian yang telah dipaparkan, maka istilah pornografi yang memiliki konsep sebagai tindakan yang jelas latar belakangnya baik secara historis-terminologis, konteks sosial kesejarahannya, maupun sebagai konsep hukum sebuah konstruksi tindak pidana.
Pornografi dalam KUHP Indonesia diatur dalam Pasal 282 mengenai kejahatan pornografi, Pasal 283 mengenai kejahatan pornografi terhadap orang yang belum dewasa, Pasal 283 bis mengenai kejahatan pornografi dalam menjalankan mata pencahariannya, pasal 532 dan pasal 533 mengenai pelanggaran pornografi. Dua tabel dibawah ini memberikan gambaran mengenai tindak pidana pornografi dalam KUHP Indonesia
Rumusan pornoaksi menurut Burhan Bungin adalah turunan dari pornografi. Burhan Bungin membagi bentuk-bentuk empiris pornografi menjadi pornoaksi, pornomedia, pornoteks, dan pornosuara. Pornoaksi menurut uraian Burhan Bungin adalah penggambaran aksi gerakan tubuh, penonjolan bagian-bagian tubuh yang dominan memberi rangsangan seksual, sampai dengan aksi yang mempertontonkan payudara dan alat vital yang tidak sengaja, atau disengaja untuk memancing bangkitnya nafsu seksual bagi yang melihatnya. Pornoaksi, pada awalnya, adalah aksi dari seseorang kepada orang lain sehingga menimbulkan rangsangan seksual bagi seseorang, termasuk menimbulkan histeria seksual di masyarakat22. Majelis Ulama Indonesia Pusat, dalam sebuah keputusan komisi fatwa pada 22 Agustus mengeluarkan Fatwa Nomor 287 tahun 2001 tentang Pornografi dan Pornoaksi.
 Pornoaksi yang dimaksudkan oleh MUI adalah perbuatan-perbuatan sebagai berikut23:
1. Berbuat intim atau berdua-duaan (khalwat) antara laki-laki dengan perempuan yang bukan mahramnya, dan perbuatan sejenis lainnya yang mendekati dan atau mendorong melakukan hubungan seksual di luar pernikahan
2. Memperlihatkan aurat -yakni bagian tubuh antara pusar dan lutut bagi laki-laki serta seluruh bagian tubuh wanita selain muka, telapak tangan, dan telapak kaki-.
3. Memakai pakaian tembus pandang, atau ketat yang dapat memperlihatkan lekuk tubuh
4. Melakukan suatu perbuatan dan atau ucapan yang dapat mendorong terjadinya hubungan seksual diluar pernikahan

Umumnya kata “pornografi” sebagai istilah menunjuk pada tulisan, gambar atau benda yang melanggar kesusilaan3 atau tulisan gambar atau benda yang mampu membangkitkan/merangsang birahi.
Sedangkan kata “pornoaksi” digunakan sebagai istilah untuk menunjuk perbuatan yang melanggar kesusilaan atau perbuatan cabul5.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar