Ditulis Oleh Gayatri Alunnagara
|
07-01-2013,
|
Tubuh mereka bergerak gemulai, mengiringi irama yang
mengalun syahdu. Penonton pun terbuai melihat penyanyi berlenggok. Dangdut,
apakah selalu dengan goyangan? Lalu, bagaimana musik dangdut yang dapat
bertahan tanpa goyangan?
Dangdut merupakan aliran musik yang dikenal sebagai ciri khas bangsa
Indonesia. Memang, kerap kali aliran musik ini dianggap sebagai musik rakyat
ekonomi kelas bawah atau “kampungan”. Namun, dendangan iramanya mampu
menghipnotis pendengar.
Musik ini menghibur tanpa mengenal suku, ras, ataupun
golongan. Musik dinamis dan sederhana, itu lah alasan dangdut mudah diterima
sebagai musik khas Indonesia. Dangdut berkembang sekitar tahun 1940, yang
berasal dari kata dang dan dut, bunyi dari tabla atau yang kita
kenal dengan kendang. Kemudian, dipengaruhi oleh musik dari India dan Arab
lalu, menghasilkan aliran musik baru, yaitu dangdut.
Metamorfosis Musik Dangdut
Di Indonesia, kehadiran musik dangdut mulai familiar sekitar tahun 1950.
Berkat andil Soekarno yang melarang datangnya segala pengaruh dari barat, termasuk
musik. Hal yang ditakutkan adalah terbawanya pengaruh buruk yang tidak sesuai
dengan budaya timur. Seiring perkembangannya, justru inovasi dan kreasi
para pedangdut lah yang menodai musik tersebut.
Dalam metamorfosisnya, perkembangan musik dangdut tidak hanya berubah dari
segi musiknya saja. Namun, dari segi penyajiannya pun berubah. Kerap kali
musisi pendatang baru berinovasi dengan menjual “kepuasan” yang
berbeda.
Sedikit membandingkan, para musisi dangdut terdahulu
seperti Rhoma Irama, Elvi Sukaesih, dan musisi dangdut lainnya menerapkan
etika bermusiknya. Di setiap karyanya, mereka berupaya menyampaikan pesan
lewat syair lagu yang dibuat dan bernyanyi dengan suara merdu serta cengkok
yang indah, itu lah gambaran perbedaan dangdut dulu dan sekarang.
Kini, dunia musik dangdut lebih dihebohkan dengan syair
lagu yang nakal dan fenomena goyangan dari para
pedangdut. Lirik serta goyangan diambil sebagai jalan pintas untuk
mendongkrak popularitas. Identiknya dalam setiap penampilan, mereka hanya
memamerkan kemolekan tubuhnya, menggunakan pakaian yang serba ketat, dan
menyuguhkan goyangan yang erotis.
Musik yang hampir dinikmati berbagai kalangan usia
seharusnya mengerti akan tujuan setiap karya yang dibuatnya. Selain penting
untuk memerhatikan nilai moral yang berlaku, penting bagi sebuah karya untuk
mencerdaskan para penikmatnya, terutama anak-anak.
Penampilan yang tergolong seronok, dapat dengan mudah
meracuni pikiran anak-anak dengan hal yang berbau pornografi. Sikap dan
perilaku pun otomatis berubah, seperti meniru goyangan-goyangan yang
dilihatnya.
Pakaian yang serba ketat, menimbulkan kecenderungan
pada remaja yang akan mengikuti gaya berpakaian nya. Terkesan lebay?
Ya! Budaya timur yang peka terhadap makna kesopanan lambat laun akan luntur
jika generasi mudanya lupa bagaimana cara berpakaian yang beradab.
Tak kalah berbahayanya, lirik lagu merupakan instrumen
awal dalam memengaruhi pendengarnya. Lirik yang nakal, dapat berdampak bagi
anak-anak akan mengikuti kata-kata yang sebenarnya tidak mereka pahami baik
dan buruknya. Pesan didalam sebuah lirik lagu harus lah bermakna mencerdaskan
generasi mudanya.
Menjaga Eksistensi Tanpa Menodai
Musisi sejati ialah musisi yang tahu bagaimana berkarya tanpa mengandalkan
sensasi. Melakukan inovasi dan kreasi memang hal yang positif jika diarahkan
dengan baik. Perkembangan musik dangdut yang tidak statis, seharusnya bisa
menjadi modal dasar para pedangdut untuk mencari inovasi yang tidak ecek-ecek.
Alat musik yang semakin modern pun dapat digunakan
untuk memperindah setiap alunan musik. Aliran musik baru yang semakin banyak
bermunculan juga dapat dijadikan alternatif untuk membuat sebuah karya baru
hasil pengolaborasian kedua aliran yang berbeda.
Tak perlu ragu dengan hasil karya musik tanpa goyangan.
Jika Anda berpikir dangdut akan mati karena itu, coba dipikirkan ulang.
Karena pedangdut seperti Rhoma Irama pun masih mampu menjaga eksistensinya
tanpa menodai musik dangdut.
Tidak Ada Kata Terlambat
Mendorong rusaknya akar budaya masyarakat, dengan
menyimpangnya identitas bangsa Indonesia, yaitu sopan dan santun, memang
mudah. Dengan erotis sebagai wajah dangdut kini, rela kah kita menikmati
musik dangdut diatas ambang kehancuran moral bangsa?
Jawabannya ada pada Anda. Menjadi kreatif dan inovatif
alangkah baiknya jika dimaknai terlebih dahulu. Sehingga hasil perpaduan
kedua unsur tersebut tidak akan menodai sebuah hasil yang sudah ada
sebelumnya. Jika sudah terlanjur? Perbaiki lah! karena tidak ada kata telat
untuk memulai sesuatu yang lebih baik.
Jaya lah musik dangdut Indonesia!
|
jika ingin memiliki ilmu lebih banyak dari gurunya seorang murid harus bisa mendedikasikan dirinya untuk gurunya dan brfikir terbuka
Minggu, 17 Februari 2013
musik dangdut
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar