PORNOGRAFI dan PORNOAKSI dalam PANDANGAN ETIKA
A. Pengantar
Globalisasi
telah menghapus sekat-sekat yang ada dalam masyarakat baik itu masyarakat
internasional maupun merembes kepada masyarakat dalam satu negara. Hal yang
nampak jelas adalah terjadinya pertemuan antar budaya yang telah melahirkan dua
mata pisau, disatu sisi berdampak positif, namun di sisi lain terjadi
pergesekan yang cukup hebat.
Negara-negara
timur, khususnya Indoesia sangat terkenal dengan bangsa yang sopan- santun,
”lebih beretika”, dan sangat kuat memegang norma-norma terutama norma agama.
Berkat kemajuan teknologi dan informasi maka masuklah pengaruh dari
negara-negara lain, yang mencolok dalam hal ini adalah masuknya budaya dari
negara-negara Barat. Budaya Barat yang serba terbuka, termasuk ”buka-bukaan”
dalam berpakaian.
B. Pengertian
Ketelanjangan atau porno mempunyai 2
pengertian:
- Ketelanjangan yang disajikan dalam media cetak dan elektronik.
- Ketelanjangan yang disajikan secara langsung dengan berbagai gaya dan ”sajian”.
Kategori pertama dinamakan
”pornografi”, sementara kategori kedua dinamakan ”pornoaksi”.
C. Bagaimana Tinjauan Etika
Berkaitan
dengan pornografi dan pornoaksi ini, maka saya mencoba untuk menelaahnya dalam
kajian etika. Mengapa kajian etika sangat diperlukan dalam masalah ini ? Ada
baiknya kita merujuk pada yang disampaikan Franz Magnis Suseno, seorang ahli
filsafat dari STF (Sekolah Tinggi Filsafat) Driyarkara, tentang etika sangat
diperlukan pada zaman sekarang, yang tertera dalam bukunya ”Etika Dasar”:
- Kita hidup dalam masyarakat yang pluralistik (berbagai pandangan moral). Dalam hal ini etika mencoba mencapai suatu ”pendirian” dalam pergolakan pandangan-pandangan moral.
- Kita hidup dalam masa transformasi masyarakat tanpa tanding. Di sini etika membantu agar kita tidak kehilangan orientasi, dapat membedakan antara apa yang hakiki dan apa yang boleh saja berubah, dan agar kita sanggup mengambil sikap yang dapat dipertanggung-jawabkan.
- Tawaran-tawaran ideologi-ideologi sebagai obat penyelamatan. Etika menghadapi ideologi-idelogi itu dengan kritis dan objektif serta membentuk penilaian sendiri, menuntun kita agar tidak terlalu mudah terpancing, naif /bersikap ekstrim.
- Diperlukan kaum agama untuk menemukan dasar kemantapan mereka dalam iman/kepercayaan mereka. Sehingga agama dapat berpartisipasi tanpa takut dan tidak menutup diri dalam semua kehidupan masyarakat yang sedang berubah.
Tinjauan Masalah
Merujuk apa yang disampaikan Franz
Magnis Suseno diatas, maka berkaitan dengan masalah pornografi dan pornoaksi ini
ada beberapa hal yang akan saya coba kaji dalam makalah ini:
- Seksualitas merupakan satu hal manusiawi dan kebutuhan
- Dampak pornografi dan pornoaksi
- Serangan media-media pornografi dan sarana pornoaksi dalam menguncang sistem nilai masyarakat
- Masalah kebebasan dan tanggung jawab berkaitan dengan ketelanjangan baik yang berbentuk pornografi maupun pornoaksi.
Pembahasan Masalah
1. Seksualitas merupakan satu hal
manusiawi dan kebutuhan
Secara
manusiawi setiap orang mempunyai dorongan seksual. Tapi, perbedaan antara satu
orang dengan yang lainnya adalah masalah penyikapan dan penyalurannya. Terkait
dengan hal ini, ternyata bacaan dan tontonan seksual (media pornografi)
memiliki pasar yang sangat. Prof. Dr. Dr. Wimpie Pangkahila, SpAnd (Guru Besar
kedokteran Universitas Udayana Bali) dalam kolom Keluarga koran Minggu Pagi
terbitan minggu kedua Mei 2006, mengungkapkan mengapa orang senang terhadap
ketelanjangan, pornografi khususnya :
- Mendapat tambahan informasi tentang perilaku seksual, meskipun tidak selalu benar secara ilmiah
- Pornografi memberikan kesempatan untuk melatih imajinasi tentang sesuatu yang ingin diketahui
- Mereka mendapatkan sesuatu yang bersifat rekreasi.
Ransangan
seksual yang diberikan oleh pornografi dapat menimbulkan reaksi seksual, baik
pada pria maupun wanita, baik secara psikis maupun secara fisik.
2. Dampak pornografi dan pornoaksi
Banyaknya
tayangan seksual dalam video klip, majalah televisi, dan film membuat remaja
melakukan aktivitas seks secara sembarangan. Tidaklah mengherankan ketika terjadi
kasus pemerkosaan terhadap anak-anak oleh anak seusia SMP, adegan panas yang
dilakukan oleh siswa-siswa SMA, seperti kasus di Cianjur ( melakukan sex di
dalam kelas, yang turut melibatkan guru), dan banyak lagi kasus-kasus lain.
Menurut Jane Brown, ilmuwan dari Universitas North Carolina, ”semakin banyak
remaja disuguhi eksploitasi seks di media, mereka akan semakin berani mencoba
seks diusia muda”(Koran Minggu Pagi No 07 Th 59 Minggu II Mei 2006).
Mary
Anne Layden, direktur Program Psikologi dan Trauma Seksual, Universitas
Pennsylvania, Amerika Serikat, menyatakan gamabar porno adalah masalah utama
pada kesehatan mental masyarakat dunia saat ini.”Ia tak cuma memicu ketagihan
yang serius, tapi juga pergeseran pada emosi dan perilaku sosial”. Lebih lanjut
ia menyatakan bahwa ”pengaruh kokain dalam tubuh bisa dilenyapkan. Ini berbeda
dengan pornografi. Sekali terekam dalam otak, image porno itu akan mendekam
dalam otak selamanya”(Koran Republika, sabtu 11 februari 2006).
3. Serangan media-media pornografi
dan sarana pornoaksi dalam menguncang sistem nilai masyarakat
Bangsa
Indonesia adalah sebuah bangsa dengan pengalaman yang berbeda dengan
Eropa/Barat. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Mitologi kita tidak
mengenal figur Prometheus: seorang pahlawan manusia yang memberontak kekuasaan
langit. Manusia Indonesia lebih memilih sebagai wakil Tuhan di muka bumi atau
imago dei (jembatan antara Tuhan dan bumi).
Dalam
pandangan hidup dan budaya kita, pornografi dan pornoaksi adalah fenomena di
luar sistem-nilai. Karena itu, sudah sepatutnya bagi mereka yang tetap
berpegang teguh pada pandangan-hidup dan sistem nilai Indonesia yang menolak
segala bentuk pornografi dan pornoaksi (Ismail F Attas dalam Koran Republika,
Senin 13 Maret 2006).
4. Masalah kebebasan dan tanggung
jawab berkaitan dengan ketelanjangan baik yang berbentuk pornografi maupun
pornoaksi.
Lekak-lekuk
tubuh pria atau wanita memiliki nilai estetis amat indah sebagai seni teologis.
Tuhan menyukai keindahan dengan maha karya indahNya. Tapi, apakah orang bebas
mengekspresikan keindahan tubuh dan hasrat seksualnya ke ruang publik?
Selingkuh mungkin menarik, indah, dan menyenangkan bagi pelakunya, tapi apakah
hal itu benar dan baik? Problem etis ini sudah menjadi perdebatan filosofis
sejak zamannya Socrates. Ketertarikan seksual pria-wanita berkait apresiasi
keindahan tubuh yang berfungsi bagi kelangsungan sejarah. Tapi, apakah
memamerkan keindahan tubuh yang erotis atau melampiaskan hasrat seksual itu
bebas dilakukan di ruang publik?
Hidup
sosial memerlukan sejumlah batasan antara apa yang termasuk ruang publik dan
privasi. Hasrat seksual merupakan bakat bawaan manusia, juga hewan. Tapi,
hasrat seksual tidak bisa dilampiaskan di sembarang waktu dan tempat. Bagi
pelaku, hubungan intim hingga orgasme merupakan sesuatu yang indah dan bernilai
spiritual tinggi, tapi menjijikan jika dipertontonkan ke ruang publik.
Alih-alih mengapai spiritualitas, sebaliknya justru mendegradasi martabat
kemanusiaan. Pornografi dan pornoaksi adalah wilayah publik yang bergantung
pada apresiasi banyak orang sebagai pengguna, tapi juga berhubungan dengan
konsep martabat kemanusiaan ( Abdul Munir Mulkan dalam Koran Republika, Senin
13 Maret 2006).
PORNOGRAFI dan PORNOAKSI dalam PANDANGAN ETIKA
A. Pengantar
Globalisasi
telah menghapus sekat-sekat yang ada dalam masyarakat baik itu masyarakat
internasional maupun merembes kepada masyarakat dalam satu negara. Hal yang
nampak jelas adalah terjadinya pertemuan antar budaya yang telah melahirkan dua
mata pisau, disatu sisi berdampak positif, namun di sisi lain terjadi
pergesekan yang cukup hebat.
Negara-negara
timur, khususnya Indoesia sangat terkenal dengan bangsa yang sopan- santun,
”lebih beretika”, dan sangat kuat memegang norma-norma terutama norma agama.
Berkat kemajuan teknologi dan informasi maka masuklah pengaruh dari
negara-negara lain, yang mencolok dalam hal ini adalah masuknya budaya dari
negara-negara Barat. Budaya Barat yang serba terbuka, termasuk ”buka-bukaan”
dalam berpakaian.
B. Pengertian
Ketelanjangan atau porno mempunyai 2
pengertian:
- Ketelanjangan yang disajikan dalam media cetak dan elektronik.
- Ketelanjangan yang disajikan secara langsung dengan berbagai gaya dan ”sajian”.
Kategori pertama dinamakan
”pornografi”, sementara kategori kedua dinamakan ”pornoaksi”.
C. Bagaimana Tinjauan Etika
Berkaitan
dengan pornografi dan pornoaksi ini, maka saya mencoba untuk menelaahnya dalam
kajian etika. Mengapa kajian etika sangat diperlukan dalam masalah ini ? Ada
baiknya kita merujuk pada yang disampaikan Franz Magnis Suseno, seorang ahli
filsafat dari STF (Sekolah Tinggi Filsafat) Driyarkara, tentang etika sangat
diperlukan pada zaman sekarang, yang tertera dalam bukunya ”Etika Dasar”:
- Kita hidup dalam masyarakat yang pluralistik (berbagai pandangan moral). Dalam hal ini etika mencoba mencapai suatu ”pendirian” dalam pergolakan pandangan-pandangan moral.
- Kita hidup dalam masa transformasi masyarakat tanpa tanding. Di sini etika membantu agar kita tidak kehilangan orientasi, dapat membedakan antara apa yang hakiki dan apa yang boleh saja berubah, dan agar kita sanggup mengambil sikap yang dapat dipertanggung-jawabkan.
- Tawaran-tawaran ideologi-ideologi sebagai obat penyelamatan. Etika menghadapi ideologi-idelogi itu dengan kritis dan objektif serta membentuk penilaian sendiri, menuntun kita agar tidak terlalu mudah terpancing, naif /bersikap ekstrim.
- Diperlukan kaum agama untuk menemukan dasar kemantapan mereka dalam iman/kepercayaan mereka. Sehingga agama dapat berpartisipasi tanpa takut dan tidak menutup diri dalam semua kehidupan masyarakat yang sedang berubah.
Tinjauan Masalah
Merujuk apa yang disampaikan Franz
Magnis Suseno diatas, maka berkaitan dengan masalah pornografi dan pornoaksi ini
ada beberapa hal yang akan saya coba kaji dalam makalah ini:
- Seksualitas merupakan satu hal manusiawi dan kebutuhan
- Dampak pornografi dan pornoaksi
- Serangan media-media pornografi dan sarana pornoaksi dalam menguncang sistem nilai masyarakat
- Masalah kebebasan dan tanggung jawab berkaitan dengan ketelanjangan baik yang berbentuk pornografi maupun pornoaksi.
Pembahasan Masalah
1. Seksualitas merupakan satu hal
manusiawi dan kebutuhan
Secara
manusiawi setiap orang mempunyai dorongan seksual. Tapi, perbedaan antara satu
orang dengan yang lainnya adalah masalah penyikapan dan penyalurannya. Terkait
dengan hal ini, ternyata bacaan dan tontonan seksual (media pornografi)
memiliki pasar yang sangat. Prof. Dr. Dr. Wimpie Pangkahila, SpAnd (Guru Besar
kedokteran Universitas Udayana Bali) dalam kolom Keluarga koran Minggu Pagi
terbitan minggu kedua Mei 2006, mengungkapkan mengapa orang senang terhadap
ketelanjangan, pornografi khususnya :
- Mendapat tambahan informasi tentang perilaku seksual, meskipun tidak selalu benar secara ilmiah
- Pornografi memberikan kesempatan untuk melatih imajinasi tentang sesuatu yang ingin diketahui
- Mereka mendapatkan sesuatu yang bersifat rekreasi.
Ransangan
seksual yang diberikan oleh pornografi dapat menimbulkan reaksi seksual, baik
pada pria maupun wanita, baik secara psikis maupun secara fisik.
2. Dampak pornografi dan pornoaksi
Banyaknya
tayangan seksual dalam video klip, majalah televisi, dan film membuat remaja
melakukan aktivitas seks secara sembarangan. Tidaklah mengherankan ketika terjadi
kasus pemerkosaan terhadap anak-anak oleh anak seusia SMP, adegan panas yang
dilakukan oleh siswa-siswa SMA, seperti kasus di Cianjur ( melakukan sex di
dalam kelas, yang turut melibatkan guru), dan banyak lagi kasus-kasus lain.
Menurut Jane Brown, ilmuwan dari Universitas North Carolina, ”semakin banyak
remaja disuguhi eksploitasi seks di media, mereka akan semakin berani mencoba
seks diusia muda”(Koran Minggu Pagi No 07 Th 59 Minggu II Mei 2006).
Mary
Anne Layden, direktur Program Psikologi dan Trauma Seksual, Universitas
Pennsylvania, Amerika Serikat, menyatakan gamabar porno adalah masalah utama
pada kesehatan mental masyarakat dunia saat ini.”Ia tak cuma memicu ketagihan
yang serius, tapi juga pergeseran pada emosi dan perilaku sosial”. Lebih lanjut
ia menyatakan bahwa ”pengaruh kokain dalam tubuh bisa dilenyapkan. Ini berbeda
dengan pornografi. Sekali terekam dalam otak, image porno itu akan mendekam
dalam otak selamanya”(Koran Republika, sabtu 11 februari 2006).
3. Serangan media-media pornografi
dan sarana pornoaksi dalam menguncang sistem nilai masyarakat
Bangsa
Indonesia adalah sebuah bangsa dengan pengalaman yang berbeda dengan
Eropa/Barat. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Mitologi kita tidak
mengenal figur Prometheus: seorang pahlawan manusia yang memberontak kekuasaan
langit. Manusia Indonesia lebih memilih sebagai wakil Tuhan di muka bumi atau
imago dei (jembatan antara Tuhan dan bumi).
Dalam
pandangan hidup dan budaya kita, pornografi dan pornoaksi adalah fenomena di
luar sistem-nilai. Karena itu, sudah sepatutnya bagi mereka yang tetap
berpegang teguh pada pandangan-hidup dan sistem nilai Indonesia yang menolak
segala bentuk pornografi dan pornoaksi (Ismail F Attas dalam Koran Republika,
Senin 13 Maret 2006).
4. Masalah kebebasan dan tanggung
jawab berkaitan dengan ketelanjangan baik yang berbentuk pornografi maupun
pornoaksi.
Lekak-lekuk
tubuh pria atau wanita memiliki nilai estetis amat indah sebagai seni teologis.
Tuhan menyukai keindahan dengan maha karya indahNya. Tapi, apakah orang bebas
mengekspresikan keindahan tubuh dan hasrat seksualnya ke ruang publik?
Selingkuh mungkin menarik, indah, dan menyenangkan bagi pelakunya, tapi apakah
hal itu benar dan baik? Problem etis ini sudah menjadi perdebatan filosofis
sejak zamannya Socrates. Ketertarikan seksual pria-wanita berkait apresiasi
keindahan tubuh yang berfungsi bagi kelangsungan sejarah. Tapi, apakah
memamerkan keindahan tubuh yang erotis atau melampiaskan hasrat seksual itu
bebas dilakukan di ruang publik?
Hidup
sosial memerlukan sejumlah batasan antara apa yang termasuk ruang publik dan
privasi. Hasrat seksual merupakan bakat bawaan manusia, juga hewan. Tapi,
hasrat seksual tidak bisa dilampiaskan di sembarang waktu dan tempat. Bagi
pelaku, hubungan intim hingga orgasme merupakan sesuatu yang indah dan bernilai
spiritual tinggi, tapi menjijikan jika dipertontonkan ke ruang publik.
Alih-alih mengapai spiritualitas, sebaliknya justru mendegradasi martabat
kemanusiaan. Pornografi dan pornoaksi adalah wilayah publik yang bergantung
pada apresiasi banyak orang sebagai pengguna, tapi juga berhubungan dengan
konsep martabat kemanusiaan ( Abdul Munir Mulkan dalam Koran Republika, Senin
13 Maret 2006).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar